Rabu, 21 Januari 2009
Etnik Bajo Hidup Merdeka Diatas Laut, 'Kampung Terapung'
By : Midwan
Menempuh hidup diatas laut bukanlah perkara mudah namun bagi masyarakat etnik bajo, hidup mengapung diatas laut bukan jadi soal. Dengan menimbun laut menggunakan formasi batu karang dan menancapkan tiang pancang kayu diatas laut ratusan kepala keluarga etnik bajo yang mendiami garis pantai Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara mendirikan perkampungan diatas laut .
Selain telah menjadi tradisi cara hidup seperti ini juga mereka tempuh karena tidak ada lagi lahan untuk menjadi tempat tinggal mereka yang disiapkan oleh pemerintah setelah terusir dari perkampungan mereka sebelumnya di pulau bokori.
Suara-suara warga terdengar disana-sini saat kita mulai menginjakkan kaki diperkampungan diatas laut , tepatnya di Desa Mekar Bajo Kecamatan Soropia kabupaten konawe yang ditinggali sekitar 400 kepala keluarga atau 10.022 jiwa. Perkampungan yang dibangun sejak 10 tahun silam itu seluruhnya didiami oleh masyarakat etnik suku bajo. Mereka adalah manusia-manusia laut yang memiliki prisnsip hidup dan mati di laut.
Cara mereka mendirikan perkampungan terbilang unik. Dengan menimbun laut menggunakan formasi batu karang dan menancapkan tiang pancang didasar laut masyarakat etnik bajo ini membangun perumahan dengan menggunakan perabot seadanya namun rumah mereka cukup aman dari hantaman gelombang. Etnik bajo ini merupakan salah satu komunitas masyarakat adat ditanah air yang hidupnya terasing dan termarginal namun dalam kenyataannya mereka telah menjadi bagian dari masyarakat Sulawesi Tenggara yang hidup di hampir seluruh garis pantai diwilayah itu.
Komunitas mereka sering kali disebut dengan istilah to bajo, bajau, sama, bajo e, to wajo atau orang laut yang tak memiliki territorial. Etnik ini cukup sulit untuk menyatu dengan masyarakat daratan bahkan hampir sepanjang hidupnya masyarakat etnik bajo nyaris tidak pernah menginjakkan kaki diwilayah daratan karena aktivitas mereka sepenuhnya berlangsung diatas laut. Aktivitas mereka pun banyak dilakukan diatas perahu bahkan untuk keperluan sehari-hari sekalipun perahu menjadi sarana paling berharga untuk mereka gunakan termasuk dalam mencari hasil laut. Meski demikian masyarakat etnik bajo yang mendiami perkampungan ini tidak menganggapnya sebagai masalah apalagi cara hidup seperti ini telah mereka tempuh selama puluhan hingga ratusan tahun bahkan telah menjadi tradisi bagi mereka turun temurun. “Kita sudah terbiasa hidup seperti ini dan cara hidup kami sama tidak jauh berbeda dengan nenek moyang kami dulu”Asrina, warga bajo.
Sebelum mendirikan perkampungan diatas laut masyarakat etnik bajo yang mendiami perkampungan ini ternyata memiliki cerita kelam. Awalnya mereka mendiami pulau bokori sebuah pulau yang berada dimuara teluk kendari selama hampir dua dasawarsa namun kehidupan mereka cukup tragis dan mereka nyaris tidak merasakan arti kemerdekaan. Etnik bajo ini harus terusir lantaran kebijakan pemerintah daerah setempat yang mengosongkan pulau tersebut untuk kepentingan pariwisata bahari. Mereka akhirnya terlantar dan kembali bertualang diatas laut hingga akhirnya menemukan areal laut ini untuk dijadikan sebagai kawasan perkampungan.
Mardin satu dari sekian masyarakat etnik bajo yang pertama kali tinggal diperkampungan ini bercerita panjang lebar saat mereka harus terusir dari pulau bokori dan kemudian menempati perkampungan ini. Dengan mendirikan rumah seadanya, Mardin bersama sang istri dan tiga orang anaknya menetapkan pilihan untuk membangun rumah diatas laut ini sejak 10 tahun silam. Meski terasa berat namun pilihan itu harus ia tempuh lantaran tidak ada pilihan lain dengan mengandalkan kegiatan nelayan sebagai mata pencaharian Mardin kini telah merasakan manfaatnya. “Kami tidak bias lagi kembali kepulau karena pemerintah sudah melarang. Kami tidak punya pilihan dan terpaksa harus menetap disini”Ujarnya.
Kini masyarakat etnik bajo yang mendiami perkampungan diatas laut itu dapat bernafas lega. Meski tidak ikut memeriahkan HUT Kemerdekaan Republik ini sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat etnik lainnya ditanah air namun mereka kini dapat menghirup udara kemerdekaan karena pemerintah tak pernah lagi mengusik apalagi mengusir paksa kembali para manusia laut ini untuk angkat kaki dari perkampungan ini sebagaimana yang pernah mereka alami puluhan tahun sebelumnya. (**)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar