Sabtu, 02 Mei 2009

Tradisi Perkelahian Kuda










By : Midwan

Setelah sekian tahun tidak pernah dimunculkan tradisi perkelahian kuda yang cukup melekat ditengah masyarakat Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara kembali ditampilkan. Dengan disaksikan ribuan warga yang datang dari berbagai penjuru para pemangku adat dan pemandu perkelahian kuda mampu menyuguhkan sebuah tontotan yang cukup menghibur sekaligus mendebarkan. Tak jarang banyak penonton yang harus berlari menyelamatkan diri saat kuda yang kalah dalam pertarungan berlari kearah penonton.

Prosesi perkelahian kuda sendiri telebih dahulu dimulai dengan kemarahan sejumlah kuda jantan. Caranya sekelompok kuda betina yang dipimpin seekor kuda jantan digiring masuk kelapangan bebas dan di sudut lain dimunculkan juga kelompok kuda betina yang dipimpin seekor kuda jantan. Saat kedua kelompok bertemu dilapangan bebas kedua kuda jantan yang menjadi pemimpin kelompoknya secara bersilang dipertemukan dengan kuda-kuda betina yang ada di tempat terpisah.

Kuda jantan yang bertindak sebagai pemimpin kelompok kuda betina langsung marah saat menyaksikan kuda jantan asing mendekati kelompok kuda betina yang dipimpinnya. Karena sudah tebakar amarah kedua kuda jantan pun terlibat pekelahian sengit sementara kelompok kuda betina hanya bisa panik meringik dan sesekali berlari menyaksikan kuda jantan yang menjadi pemimpin mereka terlibat perkelahian.

Kedua kuda jantan ini terlibat saling serang dan berupaya saling melukai antara satu sama lain. Namun disaat salah satu sudah terpojok para pemandu perkelahian inipun segera bertindak untuk melerai perkelahian kedua binatang ini.

Atrkasi perkelahian kuda ini pun mampu menyuguhkan sebuah tontotan menghibur sekaligus mendebakan. Selain berdecak kagum ribuan warga yang datang dari berbagai penjuru juga harus tetap waspada menjaga keselamatan diri manakala kuda jantan yang kalah dalam pertarungan berlari kearah penonton.

Tradisi perkelahian kuda yang ditampilkan ditengah momentum perayaan hari ulang tahun Provinsi Sulawesi Tenggara yang ke-45 di Kota Kendari ini sebenarnya bukan hal baru lagi. Tradisi yang sudah berjalan sejak ratusan tahun silam ini sebenarnya sudah sering kali ditampilkan hanya saja belakangan tradisi nyaris hilang dari peredaran.

Oleh masyarakat di Kabupaten Muna tradisi ini cukup dikenali. Tidak hanya karena tradisi ini berasal dari daerah itu namun tradisi semacam ini terbilang sangat langka apalagi di indonesia sangat sulit untuk ditemukan tradisi semacam ini. Sesuai falsafahnya tradisi ini sendiri tidak dilakukan secara sembarangan karena pihak yang terlibat dalam tradisi ini merupakan orang-oran pilihan termasuk kuda yang ditampilkan. Meski tidak memiliki kalender paten namun tradisi ini kerap dilakukan pada momen-momen sakral seperti hari besar keagamaan saat memyambut tamu agung dan setelah melaksanakan panen raya. “Selain bermakna kultural tradisi ini juga menjadi salah satu hiburan yang bisa menjadi alat perekat dan pemersatu masyarakat khususnya di Kabupaten Muna”Kata Laode Abd Karim, selaku ketua pemangku adat dikabupaten Muna.

Dalam tradisi ini kuda-kuda yang ditampilkan pun bukan kuda sembarangan. Umumnya kuda-kuda yang ditampilkan dalam atraksi perkelahian ini harus memiliki badan yang tegar garang dan terlebih lagi mampu berkelahi dengan taktik tersendiri. Tak hanya kuda saja yang harus dipersiapkan para pemandu perkelahian kuda pun harus orang pilihan. Pasalnya nyawa pemandu juga menjadi taruhan karena tidak menutup kemungkinan sewaktu-waktu bisa menjadi sasaran kemarahan kuda-kuda jantan yang terlibat perkelahian.

Bagi warga atraksi perkelahian kuda ini tentu menjadi hiburan tersendiri apalagi bagi warga yang tidak pernah menyaksikan atraksi semacam ini. “Tradisi ini cukup menarik apalagi tradisi semacam ini sangat sulit ditemukan”Kata Lusi salah satu warga.

Atraksi perkelahian kuda tentu tidak terklepas dari resiko yang ditimbulkannya. Selain membuat banyak warga panik saat kuda jantan yang kalah dalam pertarungan berlari kearah penonton kuda-kuda jantan yang terlibat pekelahian pun tidak sedikit yang teluka.

Mski demikian, dimunculkannya kembali tradisi ini warga tentu berharap tradisi warisan nenek moyang ini bisa tetap dilestarikan. Bila tradisi ini tetap terjaga bukan tidak mungkin tradisi ini bisa dikemas menjadi salah satu obyek wisata budaya yang bisa menarik minat para wisatawan domestik maupun manca negara dan yang lebih terpenting lagi dibutuhkan dukungan pemerintah daerah setempat yang lebih serius agar tradisi ini tidak lenyap dari rotasi kebudayaaan indonesia dan hanya menjadi cerita dongeng belaka. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar